Pohon Sukun, saksi sejarah perenungan Pancasila

Pohon sukun bersejarah ini tampak terawat yang tertanam  di Lingkungan yang bersih. Tempat yang nyaman untuk duduk-duduk menikmati senja dan angin yang berhembus dari laut.
80 tahun lalu, Bung Karno sering duduk di sini, di bawah pohon sukun ini, untuk tempat merenung memikirkan Bagaimana Bangsa Indoesia Merdeka, dan harus bagaimana untuk memerdekakannya. di bawah pohon sukun (Artocarpus communis) yang rindang inilah, terlahir pemikiran kenegaraan dan memantabkan suatu tekad atas keyakinannya menjadi satu bangsa dengan mendirikan satu Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pancasila yang terlahir adalah argumentasi kuat untuk memantabkan terlahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menaungi seluruh Rakyat yang berdiam di tanah temu gelang dari sabang sampai merauke. Dengan bekal Rumusan rangkuman falsafah Pancasila yang menghadirkan kebenaran tekad dan keyakinan kental untuk merumuskannya dalam satu definisi kesamaan falsafah pergaulan hidup manusia Indonesia, yang kemudian terumuskan menjadi Pancasila, yang di rangkum dalam Pancasila sebagai dasar Negara dan Bangsa.
Memang, jika kita membayangkan Ende di waktu lampau, sepi, terbuka dan bebas memandang ke laut lepas, deburan ombak sayup-sayup sampai, sangat mendukung lahirnya pikiran-pikiran cemerlang untuk bersatunya Indonesia.
Pohon sukun asli sudah tumbang dimakan usia dan terpaan angin.  Pohon baru, ditanam  17 Agustus 1981 pukul sembilan pagi. Proses penanaman dilakukan dalam upacara yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Ende, dan orang-orang dekat Bung Karno semasa pembuangannya di Ende.
Tampaknya pohon sukun bercabang lima, namun jika diperhatikan pohon sukun ini kokoh dengan lima batang berdampingan  dari pangkal. “Ini hanya symbol, sebagai pengingat sejarah peristiwa yang harus dikenang. dimana Bung Karno memikirkan berdirinya negara dengan melahirkan kesamaan falsafah bangsa Indonesia sebagai dasar Negara yaitu Pancasila 
Disini di Lapangan Pancasila dan duduk dibawah pohon sukun diwaktu senja membawa suasana, menghadirkan  kesadaran dan membuka mata generasi muda agar tidak masa bodoh dengan sejarah. “Sejarah hanya sekali, jadi harus selalu dikasih arti, Kalau ingat pohon sukun ini, ingat Pancasila, kalau ingat Pancasila ingat bagaimana kerukunan antar umat beragama, begitulah generasi masa depan harus belajar sejarah ini.
Category: 0 komentar